spot_img
spot_img
BerandaDAERAH23 September 1999 Tonggak Berkibarnya Kemerdekaan Pers

23 September 1999 Tonggak Berkibarnya Kemerdekaan Pers

Pasbar | Mikanews : 23 September 1999 tonggak berkibarnya kemerdekaan Pers, hal ini ditandai dengan lahirnya UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Undang-undang ini mengatur tentang kebebasan pers, hak-hak wartawan, kewajiban pers, dan peranan Dewan Pers.

UU ini merupakan perwujudan dari semangat reformasi dan upaya untuk menciptakan pers yang lebih bebas dan profesional.

Apa lagi, kebebasan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berazaskan prinsip-prinsip demokrasi keadilan dan supremasi hukum.

Untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kualitas serta kuantitas Pers nasional tersebut di atas, maka dibentuklah Dewan Pers

Sesuai dengan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Pers, Dewan Pers berfungsi sebagai berikut:

Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain;

Melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers;

Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik;

Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers;

Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah;

*Memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan;

Mendata perusahaan pers.

Dewan Pers bersifat mandiri dan tidak ada lagi bagian pemerintah di dalam struktur pengurusannya.

Otoritas Dewan Pers terletak pada keinginan redaksi serta perusahaan media pers, untuk menghargai pendapat Dewan Pers serta mematuhi kode etik jurnalistik juga mengakui segala kesalahan secara terbuka.

T A P I,

Dalam perkembangannya, 23 September 1999 sebagai tonggak berkibarnya Kemerdekaan Pers tersebut mulai redup bahkan akan terkubur, karena adanya kebijakan kebablasan Dewan Pers dalam menafsirkan UU 40 yang membuat aturan dan ketentuan sepihak tanpa melibatkan organisasi pers ataupun organisasi perusahaan pers maupun tokoh masyarakat yang ahli di bidang pers.

Bila hal tersebut tidak segera diantisipasi oleh Organisasi Wartawan, Organisasi perusahaan pers maupun tokoh masyarakat yang ahli di bidang pers, maka Insan Pers akan di Kebiri dan terjadilah perpecahan dunia pers Indonesia karena ada anak kandung dan anak tiri.

Sebab kita tahu, Tidak ada dalam UU 40 Tahun 1999, di nyatakan bahwa Dewan Pers dapat membuat peraturan Dewan Pers maupun keputusan Dewan Pers apa lagi edaran terkait pembatasan kemerdekaan pers, terkecuali hanya Memfasilitasi.

Seharusnya Dewan Pers dalam membuat atau menyusun segala aturan maupun keputusan harus bersama-sama membuatnya dengan organisasi-organisasi pers.

Sebab tujuan menyusun peraturan-peraturan di bidang pers adalah meningkatkan kualitas profesi pers, kualitas organisasi pers, dan perusahaan pers, agar kemerdekaan dan kedaulatan pers yang demokratis dapat tumbuh subur tanpa adanya perpecahan dan perbedaan.

Dewan Pers hanya sebagai FASILITATOR bukan Eksekutor, Dewan Pers hanya MENDATA apakah organisasi pers dan perusahaan pers sudah memiliki badan hukum atau sudah terdaftar di Kemenkumham, jadi bukan harus Mendaftar ke dewan pers.

Pertanyaannya;

Selama ini apa yang telah dihasilkan oleh Dewan Pers dalam memfasilitasi organisasi-organisasi pers untuk menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan?

(Rasanya belum ada, kecuali mengkebiri pers dan mempertajam perbedaan, sebab peraturan tersebut hanya dibuat sepihak oleh Dewan Pers tanpa melibatkan organisasi-organisasi pers).

Perlu kita pahami, Dewan Pers bukan membuat peraturan, tetapi *MEMFASILITASI dan Dewan Pers hanya MENDATA bukan harus TERDAFTAR di Dewan Pers.

Makanya perlu sekali, kita kaji ulang agar trauma masa lalu tak terulang lagi.

Dari proses penyusunan Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers di ketahui, semula Dewan Pers ingin di tempatkan pada posisi sebagai lembaga yang sepenuhnya berwenang membuat peraturan-peraturan di bidang pers.

Tetapi, trauma dari masa lalu menimbulkan ketakutan, jika Dewan Pers di berikan kewenangan seperti itu akan dapat berubah menjadi lembaga yang otoriter.

Bahkan, bukan tidak mungkin, suatu saat bila tidak ada badan pemantau maka kita khawatir Dewan Pers akan kembali menjadi Dewan Pers yang tidak independen, yang terbelenggu atau dibelenggu oleh sekelompok kepentingan yang tidak demokratis.

Oleh karena itu, kewenangan membuat peraturan perundang-undangan yang termaktub dalam UU 40 tahun 1999 tersebut tidak ada secara mutlak diberikan kepada Dewan Pers begitu saja melainkan melibatkan pula organisasi-organisasi pers untuk ikut menyusun peraturan-peraturan di bidang pers, jangan sampai hanya melibatkan segelintir organisasi pers saja.

Itulah sebabnya dalam rumusan Pasal 15 ayat 2 huruf f akhirnya dipakai istilah *“memfasilitasi organisasi-organisasi pers”, bukan dengan menggunakan kata “membuat”.

Dalam “memfasilitasi” organisasi-organisasi pers untuk menyusun peraturan-peraturan pers, Dewan Pers pada tahap ini hanya memfasilitasi peraturan-peraturan yang dapat melengkapi Undang – Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Sehingga mekanisme dalam Undang-Undang tentang Pers dapat berjalan baik.

Apa sudah ada yang telah dihasilkan oleh Dewan Pers untuk memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam upaya penyusunan peraturan-peraturan di bidang pers yang menyentuh kepada kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi.

Yang ada akhir- akhir ini dirasakan oleh Pers, adalah pembatasan-pembatasan memperoleh informasi terutama dalam menjalin kerja sama ke pihak pemerintah baik pusat maupun daerah serta ke instansi lainnya, juga terbatasnya ruang gerak pers dalam mengikuti lomba karya tulis maupun dalam penerimaan reward karena belum sertifikasi dan belum terdaftar di Dewan Pers.

Pertanyaannya, apakah peraturan -peraturan yang dibuat oleh Dewan Pers selama ini sudah melibatkan organisasi-organisasi pers seperti;

a. Peraturan Dewan Pers tentang Standar Ogranisasi Wartawan.
b. Peraturan Dewan Pers tentang Standar Organisasi Perusahaan Pers.
c. Peraturan Dewan Pers tentang Standar Perusahaan Pers.
d. Peraturan Dewan Pers tentang Perlindungan Wartawan.
e. Peraturan Dewan Pers tentang Pedoman Hak Jawab.
f. Peraturan Dewan Pers tentang Pedoman Penyebaran Media Cetak Khusus Dewasa.
g. Peraturan Dewan Pers tentang Standar Kompetensi Wartawan dan lain-lain.

Kalau belum melibatkan organisasi-organisasi wartawan atau organisasi perusahaan pers, berarti peraturan tersebut di atas batal demi hukum, sebab hanya dibuat sepihak oleh Dewan Pers.

Mari kita ingatkan Dewan Pers agar tidak kebablasan, bila tak didengar, bila perlu, Mari SEGERA REFORMASI DEWAN PERS !!!

Tulisan ini sekedar untuk mengingatkan Dewan Pers agar tidak kebablasan, sebab berdasarkan perkembangannya, kita lihat Dewan Pers telah melebihi kewenangannya, terutama membuat peraturan yang tumpang tindih terhadap UU no 40 tentang Pers yang ditafsirkan sepihak, tanpa adanya kajian bersama dengan organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers maupun tokoh Pers atau tokoh masyarakat yang ahli di bidang pers.

Akibat edaran maupun peraturan yang dibuat oleh Dewan Pers secara sepihak dengan menafsirkan sendiri amanah UU 40 tahun 1999, mengakibatkan beberapa pemerintah daerah maupun instansi pemerintah dan swasta, banyak yang mengacu pada apa yang di edarkan dan di buat oleh Dewan Pers, hingga kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi terbelenggu atau terkebiri oleh Dewan Pers.

Seharusnya yang menjadi pedoman adalah UU NO.40 tahun 1999.
Bukan peraturan atau keputusan Dewan Pers:

Sebab Pasal 28 UUD 1945 Menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan.

Pers melalui medianya, adalah merupakan salah satu sarana untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan tersebut.

Kemerdekaan Pers adalah salah satu perwujudan kedaulatan rakyat dan merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara yang demokratis.

Jangan sampai dengan berlakunya undang-undang di bidang pers sejak 23 September 1999 tersebut, tapi karena penafsiran sepihak dan kebablasan nya Dewan Pers.

Akhirnya UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS Terkubur oleh PERATURAN DEWAN PERS atau SURAT KEPUTUSAN DEWAN PERS karena penetapannya tidak melibatkan organisasi wartawan maupun organisasi perusahaan Pers.*Mika.

(Zoelnasti)

Google News

- Advertisement -spot_img
Related News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini