Giri Maju | Mikanews : Tantangan Baru Dunia Jurnalisme membuat Pers sebagai penjaga gerbang informasi harus selalu hadir dengan tegas, jangan hanya mengisi kebutuhan sesaat atau hanya partisipan, tapi harus mampu mendefinisikan peranan Jurnalisme, dan bukan ikut berpacu menyebar skandal apa lagi ikut menggiring perdebatan sebagai pesaing dengan sesama media mainstream yang sudah go public.
Pengertian Jurnalisme sebagai pelayan publik yang demokratis, seharusnya tampil lebih teratur dan terdepan dalam mengikuti irama kepesatan technologi komunikasi baru yang masuk akal yakni, definisi tampil dalam sketsa liputan keberagaman sebagai kekuatan masyarakat, bukan tampil penggiringan atau pengaburan informasi untuk kekuatan kelompok tertentu.
Jurnalisme harus terus mampu melihat persoalan – persoalan dari beragam sudut pandang dan melukiskan dengan indah penyerapan dari penilaian Jurnalistik, apa seharusnya yang diketahui oleh publik, dan dengan cerdas menginterpretasikan analisis sebuah laporan berita yang akan dikemas secara teratur untuk publik.
Ciptakan interaksi dengan publik agar menjadi sebuah kemasan yang tak terpisahkan, hingga dialog interaksi melalui karya jurnalis tetap memiliki pondasi prinsip-prinsip verifikasi, hingga fungsi Jurnalisme tidak akan berubah secara mendasar meskipun teknologi super era digital telah masuk diberbagai lini.
Kerja pers sebagai benteng kebebasan menyatakan pikiran dan pendapat baik lisan maupun tertulis sebagai hak azasi manusia secara demokrasi harus tetap berjalan dan terjaga.
Dengan demikian, fungsi Jurnalisme tidak berubah secara mendasar, meski tantangan baru dunia Jurnalisme melalui era digitalisasi terus merambah, dan situs media yang bebas janganlah mengaburkan pers melakukan pekerjaan yang mengecilkan kebenaran yang hanya mengandalkan pada elite pakar dadakan
Teknik jurnalis yang digunakan mungkin berlainan, tetapi prinsip-prinsip untuk melindungi kemerdekaan menyatakan pikiran harus sebagai prioritas dengan tetap melakukan verifikasi secara terbuka, hingga pers penyedia informasi bukan sebuah ilusi tapi sebuah kenyataan yang terus mengalir sebagai arus kebenaran yang dibutuhkan oleh publik.
Pers jangan ikut lemah dengan penggiringan opini yang bertubi-tubi untuk mempengaruhi masa secara sepihak oleh penguasa dan pengusaha dunia untuk kepentingan sesaat.
Mereka terus akan berusaha memberikan gambaran penggiringan opini melalui era super technologi berbasis digitalisasi memainkan informasi gamblang yang mereka buat untuk menyerang mental publik, hingga publik memiliki gambaran rusak terhadap Jurnalisme.
Jangan sampai masyarakat menganggap, pers lemah dan tak lagi bisa diharapkan sebagai pembawa pilar demokrasi suara kebenaran, sebab pers ternyata condong mengarahkan penggiringan opini hanya pada sasaran liputan untuk kepentingan, pembenaran kelompok elite saja.
Dilihat dari sudut ini, memang para penguasa dan pengusaha dunia selalu meletakan ide-idenya baru dalam cara melayani kebutuhan publik, dengan adanya sajian Jurnalisme show di media mereka yang mengatas namakan publik, seperti; rakyat bersuara, demokrasi kita, warga bicara dan lain-lain.
Tapi acara atau liputan itu tampil sudah dipersiapkan, untuk tanpa memainkan peran publik kecuali sebagai audiens yang akan dimainkan emosinya melalui pembicara atau nara sumber terpilih yang telah ditunjuk untuk menggiring opini sesuai kebutuhan atau kepentingan mereka.
( Publik jadi sesuatu yang abstrak, rakyat disertakan sebagai objek yang hanya mengatasnamakan saja, tapi tidak dilibatkan atau diajak bicara, kecuali hanya untuk mempengaruhi pikiran emosi publik.)
Secara psikologis, argumentasi yang ditampilkan dengan pembicara yang digadang-gadangkan dan berulang -ulang akhirnya akan terkondisi kubu pro dan kontrak di publik.
Sepintas memang terlihat talk show yang ditampilkan melalui berbagai acara show; dari kita untuk kita, rakyat bersuara atau suara demokrasi dan lain sebagainya itu realistis, dan menggambarkan adanya rakyat berinteraksi dengan topik berita, atau terlihat adanya teori keterkaitan publik.
Tetapi sebenarnya itu semua, hanya bungkusan sajian penyampaian kepentingan informasi misi untuk mempengaruhi pikiran publik atau penggiringan opini yang berselimut informasi publik bagaimana, agar tujuan mereka tercapai.
Jurnalisme harus menunjukkan tekad dalam meramaikan dan memasuki ranah digital dengan konten yang bermutu dan relevan, dengan tetap memberikan kepada publik menu yang kompleks dan lebih dinamis dalam kebutuhan untuk menemukan kebenaran, bukan liputan politik yang penuh taktis hanya untuk standar kepentingan sesaat.*Mika.
…bersambung…
(Zoelnasti)






