Pasaman Barat | Mikanews : Pengawas Madrasah Kantor Kementerian Agama Pasaman Barat, Harmen Haryanto, Mengatakan tugas dan peran pendidik di lembaga pendidikan yang dia tekuni, bukan sekedar mengajar atau sebatas menjalankan tugas semata, Rabu (25/06/2025)
Guru atau tenaga pendidik Mengatakan harus mampu menjadikan dirinya sebagai pendidik, inspirator dan mediator dalam hal pencapaian proses belajar dan mengajar bagi peserta didiknya kata Harmen Haryanto yang juga mantan kepala MAN (Madrasah Aliyah Negeri) 4 Pasaman Barat Kajai, Kecamatan Talamau di Simpang Empat, Rabu siang.
“Sudah barang tentu, guru memikul tanggung jawab dalam proses pembinaan , bimbingan dan pengajaran bagi peserta didiknya” Ujarnya.
Kondisi yang demikian, senantiasa berdampak positif bagi pendidik Apa yang dia ajarkan, secara tidak langsung juga menjadi pelajaran bagi orang lain.
“Saya pribadi, banyak mendapat ilmu dari proses mengajar. Bukan hanya ilmu yang bersifat kognitif-akademik tapi juga pengalaman yang melahirkan banyak kesadaran baru dalam diri. Mulai dari proses mengajar, menemani, mengarahkan dan membimbing murid banyak hal lainnya. Dari situlah saya jadi mengerti tentang kehidupan, mengenal kesabaran, keuletan, perjuangan dan makna dari sebuah proses yang tidak sebentar. Maka sesungguhnya di situlah tantangan seorang guru”, katanya.
Seorang guru yang tidak memiliki jiwa atau motivasi atas segala tanggung jawabnya.
Alih-alih ingin menciptakan sebuah proses pembelajaran yang baik dan tersampaikan ke murid, yang terjadi adalah sebaliknya.
Bukan hanya proses pembelajaran saja yang mandek dan tidak tersampaikan, namun secara garis besar pendidikan menjadi statis.
Tidak ada transfer of knowledge apalagi transfer of value, tentu hal ini menjadi PR bersama yang membutuhkan perhatian iserta penyelesaian yang dini.
Jika tidak, pendidikan sebagai pondasi bangunan peradaban yang maju hanya sekedar utopia belaka.
Figur Guru Sejati
Terkait motivasi pengajar kita semua harus belajar dari para pendahulu, para pahlawan tanpa tanda jasa.
Bersama keutuhan jiwa dan raga mereka berjuang untuk mencerdaskan generasi bangsa. Mengaktualisasikan cita-cita luhur yang tertuang dalam UUD 45.
Yaitu salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Misalnya, Ki Hajar iDewantoro merupakan firgur sejati seorang guru yang memiliki dedikasi dan perhatian besar terhadap pendidikan.
Pada masanya beliau berujang agar tercapaiannya sebuah pendidikan yang merata, salah satu buktinya dengan mendirikan sekolah taman siswa untuk rakyat jelata.
Melalui lembaga itu beliau mencerdaskan rakyat Indonesia sehingga namanya harum diabadikan sebagai pahlawan.
Semboyan beliau yang populer pada saat itu, “Ing ngarso sung tulodo, Ing madyo mangun karso, Tut wuri handayani”.
Secara implisit semboyan tersebut setidaknya mengandung tiga pesan.
Pertama, bahwa seorang guru di depan muridnya haruslah memberi contoh, suri tauladan dan qudwah.
Kedua, kala di tengah-tengah muridnya seorang guru juga harus senantiasa memberi semangat.
Terakhir, ketika guru berada di belakang muridnya, ia haruslah senantiasa memberikan dorongan.
Baca Juga Ibumu, Engkau, dan Temanmu (1)
Ketiga pesan tersebut kiranya yang harus dijiwai oleh para pendidik saat ini, dengan penuh khidmat dan rasa tanggung jawab tanpa mengenal pamrih dalam mengajar dan memberikan pendidikan bagi murid.
Ikhlas = Maju
Terkait jiwa ada hal menarik yang saya dapati di ponpes saya. FYI, ponpes di mana saya belajar dan mengajar termasuk tipe ponpes modern (kholafi).
Bisa juga dikatakan sebagai pondok alumni Darussalam Gontor, yang menjadi menarik menurut saya adalah istilah jiwa pondok (atau biasa disebut panca jiwa).
Apa itu panca jiwa? Ia adalah pilar pembelajaran dan pendidikan serta seluruh aspek yang menyangkut murid sekaligus guru (ustad).
Di antara panca jiwa yang menjadi landasan utama adalah keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, kebebasan, ukhuwah Islamiyah dan ketaatan pada kiai (syariat).
Nilai-nilai tersebut secara kental dapat saya rasakan sebagai seorang murid ataupun guru.
Ditambah figur utama yang menjadi panutan yaitu kiai (Dawam Saleh) yang mana ia sacara lahir dan batin senantiasa berada di depan memberi suri tauladan.
Tentu guru atau secara garis pendidikan yang ideal dan dicita-citakan akan tumbuh dari rahim lembaga-lembaga yang memiliki jiwa.
Saya sangat merasakan begitu mendarahnya jiwa tersebut di dalam diri kiai, sehingga tidak jarang terucap kalimat bahwa kemajuan hanyalah milik orang-orang yang ikhlas.
Pasalnya yang mereka perjuangkan adalah nilai bukan materi, kualitas bukanlah kuantitas, kemajuan bukan ketamakan untuk segelitir orang. *Mika
(gmz)






