spot_img
spot_img
BerandaDAERAHKetimpangan Investor Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam

Ketimpangan Investor Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam

Pasbar | Mikanews : Ketimpangan Investor dalam pengelolaan sumber daya alam yang ada di Hutan Produksi / Hutan Adat VI Koto Kinali Kecamatan Kinali Kabupaten Pasaman Barat Sumatera Barat diharapkan dapat berakhir dengan lahirnya Perpres Penertiban Kawasan hutan Nomor 5 Tahun 2025.

Sebab, sejak diterbitkannya Perpres Nomor 5 Tahun 2025 pada Pebruari 2025, hal ini menjadi angin segar dalam upaya sisi penegakan hukum, dan sudah lama dinantikan oleh masyarakat, khususnya masyarakat Kinali.

Masyarakat Adat VI Koto Kinali, meminta perhatian agar Tim Satgas Penertiban Hutan yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah tata kelola lahan, termasuk kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan izin atau ketentuan, akan dilakukan penertiban dan penyitaan, juga turun ke Kinali untuk menyelesaikan sengketa lahan Tanah Ulayat VI Koto Kinali dengan Investor ilegal.

Masyarakat Adat VI Koto Kinali telah bertahun -tahun dizalimi oleh PT TSG / PT LIN, yang telah melakukan usaha yang tidak sesuai dengan izin.

Untuk itu, sesuai dengan tujuan Tim Satgas PKH, dalan aksi penertibannya, dapat jugalah segera turun ke Kecamatan Kinali Kabupaten Pasaman Barat Provinsi Sumbar untuk menyelesaikan permasalahan tata kelola lahan di dalam kawasan hutan produksi/hutan adat.

Pengelolaan lahan secara ILEGAL ini sudah bertahun-tahun dilakukan oleh PT TSG / PT LIN di kabupaten Pasaman Barat.

Masyarakat berharap, dengan gencarnya di lakukan tindakan penertiban untuk penguasaan kembali lahan hutan sebagai pemulihan aset di kawasan hutan yang dilakukan oleh Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan, hendaknya tindakan itu dapat juga dirasakan sampai ke Nagari Kinali,untuk menuntaskan sengketa yang ada, apa lagi Tim PKH bertanggung jawab kepada Presiden.

Bahkan Menteri Pertanahan sebagai pengarah Satgas dan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana khusus Kejagung sebagai Ketua Pelaksana.

Selama ini instrumen peraturan dan perundangan penertiban penegakan hukum pengelolaan kawasan hutan kalaupun ada, dalam perjalanannya belum dapat menjadi jaminan dan selalu mengkhawatirkan bagi masyarakat Kinali, sebab tindakan penertiban itu belum menyentuh sampai ke Kinali.

Harapan, dengan adanya Pepers nomor 5 ini, kekhawatiran masyarakat akan dapat terjawab dalam mengatasi maraknya konflik sengketa hak pada kawasan hutan, terutama dalam menyelesaikan kepentingan pengusaha yang usahanya bergerak dalam sektor perkebunan sawit yang berbasis pada kawasan hutan, yang hak kelola seharusnya berada pada masyarakat adat seperti di kecamatan Kinali, Kabupaten Pasaman Barat Sumatera Barat.

Masyarakat adat, khususnya ninik mamak VI Koto Kinali Kabupaten Pasaman Barat, sangat berharap pada Satgas Penertiban Hutan ini, agar segera menangani penyelesaian kegiatan perkebunan sawit yang dilakukan oleh pengusaha/investor dengan semena-mena, apa lagi penguasaan kawasan hutan tersebut dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sebab kalau dipahami rumusan dari Perpres no 5 tersebut adalah objek dari penertiban kegiatan non kehutanan yang berada pada kawasan hutan konservasi,hutan lindung, dan hutan produksi.

Sementara hutan produksi di Kabupaten Pasaman Barat khususnya kecamatan Kinali Nagari Kinali, pada umumnya adalah Tanah Ulayat kaum adat yang di kuasai oleh pucuk adat sebagai pemilik.

Tapi Ninik mamak Pucuk Adat, sebagai pemilik sah Tanah Ulayat VI Koto Kinali, sejak Agustus Tahun 1990 hingga kini terus berjuang untuk mengambil kembali hak nya.

Di mana Tanah Ulayat VI Koto Kinali seluas lebih kurang 7000 ha. telah diserobot oleh PT. Tri Sangga Guna yang kini telah berganti nama menjadi PT Laras Internusa (PT LIN), telah bertahun-tahun, tapi belum ada penyelesaian dari negara.

Hal tersebut berawal adanya penyerahan tanah Ulayat yang dilakukan oleh pihak ninik mamak Langgam IV Koto Kinali, kepada PT TSG.

Ternyata Tanah yang di olah oleh PR TSG untuk usaha perkebunan sawit itu, lokasinya tidak sesuai dengan lahan yang diserahkan oleh ninik mamak Langgam IV koto.

PT TSG yang kini berubah nama menjadi PT LIN malah mengambil Tanah Ulayat VI Koto Kinali seluas 7000 ha.untuk usaha perkebunan sawit nya secara ilegal.

Bahkan pihak investor (PT TSG atau PT LIN) hingga kini tidak pernah memberikan pelayanan untuk penyelesaian pertanahan tersebut dengan baik

Sejak awal, Ninik mamak sebagai pemilik tanah Ulayat VI Koto Kinali tersebut tidak pernah diikutsertakan untuk penunjukan batas.

Akhirnya, dalam perkembangannya terungkap, di mana sejak Agustus 2005, ternyata PT TSG telah menjual tanah sengketa tersebut melalui Kantor Pelelangan Piutang Lelang Negara (KP2LN) Bukittinggi kepada PT LIN.

Dalam Pelelangan tersebut dinyatakan bahwa, lokasi tanah yang dilelang itu alamatnya adalah Desa Langgam IV Koto dan desa Ktiagan, hal itu sesuai dengan surat penyerahan tanah yang pernah di serahkan oleh ninik mamak IV Koto Langgam.

Berarti sudah jelas PT TSG selama hampir 15 tahun telah memanipulasi data kepemilikan pengolahan izin lahan.

Dalam acara Pelelangan tersebut sudah jelas – jelas terbukti bahwa kawasan hutan Ulayat VI Koto Kinali tidak pernah diserahkan ke pihak investor manapun termasuk juga ke PT TSG untuk dikelola menjadi lahan perkebunan sawit.

Seharusnya investor tersebut hanya mengelola lahan yang diserahkan oleh ninik mamak Langgam IV Koto Kinali saja, bukan mengelola hutan Ulayat VI Koto Kinali

Di ketahui, perjuangan masyarakat hukum adat VI Koto Kinali sejak 2005 untuk mengambil kembali hak kepemilikannya, tidak pernah mendapat respon dan dukungan dari Pemerintah Kabupaten Pasaman saat itu (sebelum pemekaran), maupun dari Pemerintah Provinsi Sumbar.

Selanjutnya pada Oktober 2005, setelah pemekaran, Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat menyikapi perjuangan masyarakat adat VI Koto Kinali dengan membentuk tim Penyelesaian Permasalahan Tanah Masyarakat Adat VI Koto Nagari Kinali Kecamatan Kinali dengan PT TSG/LIN.

Tim Penyelesaian akhirnya melaksanakan Rapat di ruangan Bupati Pasaman Barat, yang di pimpin oleh Asisten Pemerintahan.

Dari hasil Rapat tersebut, Tim Penyelesaian Permasalahan Tanah Ulayat Adat VI Koto mengambil kesimpulan bahwa Tanah yang dikelola oleh PT TSG/PT LIN untuk lahan perkebunan sawit adalah benar berada di lokasi Tanah Ulayat kaum adat VI Koto Kinali, bukan berada di Tanah Ulayat Langgam IV Koto Kinali.

Bahkan perkembangan pada hasil rapat-rapat berikutnya, Pemkab Pasbar dengan Tim dan Investor serta ninik mamak VI Koto Kinali terungkap, di mana berdasarkan surat pernyataan direktur utama PT TSG, Hendro Tjokrowinoto tertanggal 6 September 2004 menyatakan bahwa HGU No 1 tanggal 20 nopember 1991 berada di desa Langgam Kinali, bukan di desa VI Koto Kinali.

Dari situ sudah jelas permasalahannya, antara HGU yang di miliki oleh PT TSG tidak sesuai dengan lokasi yang dijadikan perkebunan sawit (HGU PT TSG berada di tanah Ulayat IV Koto Langgam, sedangkan lahan yang dikelola untuk perkebunan sawit adalah Tanah Ulayat kaum Adat VI Koto Kinali).

Hal tersebut di atas dipertegas dan diperkuat lagi melalui hasil musyawarah Ninik mamak Kinali dan Katiagan yang dihadiri oleh seluruh Ninik mamak Kinali dan Katiagan serta tokoh masyarakat, tokoh pemuda, cerdik pandai, alim ulama dan Bundo kandung pada 24 Januari 2007.

Pada musyawarah Adat Ba Kinali tersebut dinyatakan dengan keputusan bersama bahwa, PT LIN yang menguasai Lahan HGU PT TSG tidak diakui keberadaanya, baik secara adat maupun secara pemerintahan.

Sebab hal tersebut terbukti bahwa, keberadaan PT TSG / PT LIN yang di dalam HGU nya terletak di kabupaten Pasaman kecamatan Pasaman Desa Langgam dan Katiagan, namun dalam kegiatan membuka lahan perkebunan sawit tidak sesuai dengan HGU alias berada pada Tanah Ulayat VI Koto Kinali.

Berdasarkan bukti-bukti dan hasil dari survei Tim Penyelesaian yang dibentuk oleh Bupati Pasaman Barat serta hasil musyawarah seluruh ninik mamak, ditambah lagi dengan surat pernyataan Direktur PT TSG, surat keterangan Ninik Namak, surat pengakuan Yang Dipertuan Pucuk Adat Kinali.

Semua sudah jelas dan terjawab bahwa, Peta HGU PT TSG/PT LIN berada di lokasi Tanah Ulayat IV Koto Langgam Kinali, sedangkan lahan perkebunan sawit yang di buka/digarap berada di lokasi Tanah Ulayat VI Koto Kinali.

Namun anehnya, hingga berita ini ditayangkan (Selasa, 28 April 2025) perjuangan yang dilakukan oleh masyarakat adat VI Koto Kinali sejak Agustus 1990, dalam menuntut hak nya untuk meminta kembali tanah ulayatnya dari penguasaan ilegal yang dilakukan oleh investor (PT LIN) tidak kunjung selesai.

Seakan-akan masyarakat adat VI Koto Kinali sebagai pemilik sah Lahan yang digarap oleh investor secara ILEGAL, perjuangan mereka menghadapi tembok baja yang tidak bisa ditembus oleh siapapun di Republik ini.

Maka dengan Lahirnya Perpres Penertiban Kawasan hutan Nomor 5 Tahun 2025 yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah tata kelola lahan, termasuk kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan izin atau ketentuan, di mana pemerintah akan melakukan penertiban penguasaan kawasan hutan.

Masyarakat Adat VI Koto Kinali mendapat secercah harapan dan berharap penyelesaian permasalahan tata kelola lahan di dalam kawasan hutan Ulayat Adat ini dapat ditindaklanjuti oleh Tim Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH).

Harapan terhadap Tim Satgas PKH agar dapat menindak dan menertibkan penertiban usaha PT LIN yang tidak sesuai dengan izin atau ketentuan, hingga merugikan masyarakat Kinali bahkan akibat kearoganan PT Laras Internusa (PT LIN) mengakibatkan tidak mengoptimalkan penerimaan negara, dapat segera diselesaikan dengan tuntas.

Bahkan yang lebih fatal lagi, Hutan Produksi / Hutan Ulayat yang seharusnya dapat dikonversi untuk pembangunan di luar kegiatan kehutanan seperti perkebunan sawit untuk kesejahteraan masyarakat dan penerimaan negara, namun oleh PT LIN dimanfaatkan secara ILEGAL menjadi penggunaan lain di luar kegiatan kehutanan untuk kepentingan investor secara sepihak.

Harapan ini merupakan tumpuan akhir masyarakat Adat VI Koto Kinali kepada pemerintah Indonesia, agar kebijakan lahirnya Perpres nomor 5 Tahun 2025 tersebut bukan hanya berorientasi pada penerimaan negara, tetapi juga memperhatikan keseimbangan antara ekonomi, ekologi, dan hak-hak Masyarakat Adat, khususnya di Nagari Kinali, Kecamatan Kinali, Kabupaten Pasaman Barat Provinsi Sumbar.

Perpres ini harus menjadi momentum untuk memperbaiki tata kelola hutan secara inklusif, berkelanjutan, dan berkeadilan dan merata di seluruh Indonesia.

Semoga Tim Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) mendengar dan mempertimbangkan jeritan keberadaan Masyarakat Adat yang terbelenggu di tanahnya sendiri oleh Investor yang telah melanggar Hak Azasi Masyarakat Adat VI Koto Kinali Kabupaten Pasaman Barat ini.

Semoga PKH dengan kekuatan Perpres nya mampu meredam dan menyita semua kekuasan investor jalim di Kinali ini, sebab telah bertahun-tahun lamanya investor ilegal ini menguasai Hutan Produksi /Tanah Ulayat Masyarakat Adat VI Koto Kinali dengan semena-mena tanpa takut hukum, atau mungkinkah ada kekuatan besar di belakangnya, hingga tak mampu di tembus atau di sentuh oleh hukum di Republik ini.* Mika.

Editor : Zoelnasti

Sumber;
1.Ninik Mamak VI Koto Kinali (dt.Simarajo)
2.Simarajo Kaciak.

Google News

- Advertisement -spot_img
Related News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini