Jakarta | Mikanews : Ketua Umum Komite Pemantau Perilaku Jaksa (Koppaja), Mr Mukhsin Nasir meminta kepada Kejagung, Burhanuddin agar mencopot kepala Kejaksaan tinggi dan Kepala Kejaksaan negeri yang minim produk penanganan pemberantasan tindak pidana korupsi di wilayah penugasannya, demikian disampaikannya dalam percakapan dengan wartawan di Jakarta, Sabtu (10/05/2025).
Dikatakannya Jaksa Agung, Burhanuddin diminta untuk tidak ragu bertindak tegas kepada Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) dan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) yang kinerjanya minim produk penanganan pemberantasan tindak pidana korupsi di wilayah penugasannya dan bila perlu segera dicopot.
“Sebaiknya pimpinan tertinggi (kejaksaan – red) rutin mengevaluasi kinerja Kajati dan Kajari di wilayah hukumnya,” ujar Mr Mukhsin Nasir, Ketua Umum Komite Pemantau Perilaku Jaksa (Koppaja).
Selain itu, kata Mukhsin, dalam menangani perkara korupsi, memang mesti dipelototi proses penanganannya oleh pimpinan kejaksaan dan masyarakat, bukan setelah di kritik melalui aksi demo misalnya, baru ada kemauan.
“Kita awasi proses penanganannya di kantor kejaksaan, apakah 3 bulan, setahun atau 2 tahun, Hal ini penting, untuk mencegah terjadinya praktek *goreng menggoreng” terhadap kasus tersebut,tegasnya.
Pada bagian lain Mukhsin mengatakan, kalau Kajati atau Kajari lemah dalam melakukan pengusutan kasus korupsi karena ada intervensi dari pimpinan di wilayah hukumnya, maka ini bukan lemah tetapi dilemahkan.
“Karena kita tahu sekarang soal kasus korupsi ini sudah menjadi persoalan bangsa yang sangat memprihatikan, contohnya lembaga peradilan. Lembaga yang paling Akhir dalam penegakan hukum untuk memberantas korupsi, ternyata banyak terlibat korupsi,”ujarnya.
Jadi, kata Mukhsin, tidak ada alasan bila ada Kajari atau Kajati yang tidak memiliki produk hukum terhadap kasus korupsi untuk dicopot.
Ini sangat memprihatikan, sebab yang mengangkat marwah kejaksaan saat ini adalah yang mampu memberikan kepercayaan publik, bahwa lembaga kejaksaan bisa menjadi harapan publik soal kasus korupsi.
Ini yang harus di jaga dan dirawat oleh seluruh insan Adhyaksa dan jangan ada yang menodai atau tidak mampu melakukan etos kerja terhadap penanganan korupsi,
Bila ini terjadi maka Kajari dan Kajati tersebut sebaiknya di evaluasi kinerjanya, karena jabatan yang diberikan bukan semacam hadiah yang hanya di pakai untuk kebanggan saja dalam menduduki jabatan tersebut.
“Masih banyak putra putri Adhyaksa yang bisa memiliki keberanian mempergunakan amanah jabatan yang diberikan oleh pimpinan mampu menjalankan tuntutan publik terhadap penanganan dan pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu,” tutur Mukhsin mengakhiri.*Mika.
(Syamsuri)






