Pasbar | Mikanews : Lawan Konvensi segala bentuk diskriminasi terhadap kemerdekaan Pers, dengan mengatas namakan Kompetensi dan terdaftar secara resmi di Dewan Pers.
Pernyataan, terutama Rumor terhadap banyaknya Wartawan ‘Bodrek’ Peras Pemda, yang diungkapkan oleh Ketua Dewan Pers, Komarudin Hidayat dapat menjadi pemicu perpecahan wartawan di berbagai daerah.
Sebab Komarudin menyatakan, orang yang mengaku -ngaku sebagai wartawan untuk memeras, akibat dari tingginya pengangguran serta kebebasan bermedia sosial, dapat dinilai rumor ini, sebagai pengetahuan publik dan terlihat sebagai fakta, tapi ini adalah salah satu upaya MENGKEBIRI insan Pers.
Sekalipun cerita itu terbukti sebagian benar, tapi perlu kita sadari dan pahami duduk masalahnya.
Sebenarnya, apa yang dikatakan Komarudin bahwa, mudahnya membuat kartu wartawan padahal yang bersangkutan tidak memiliki Kompetensi, bisa kita Terima, tetapi pernyataannya terkait tidak terdaftar secara resmi di Dewan Pers, masih perlu kita pertanyakan.
Sebab menjadi wartawan adalah hak asasi seluruh warga negara, (hak asasi manusia yang sangat hakiki dalam menegakkan keadilan dan kebenaran terutama dalam mencerdaskan kehidupan bangsa).
Apa lagi pekerjaan wartawan sangat berhubungan dengan kepentingan publik karena wartawan adalah bidan sejarah, pengawal kebenaran dan keadilan juga pelindung hak-hak pribadi masyarakat serta merupakan musuh bagi penjahat kemanusiaan seperti KORUPTOR, dan POLITISI BUSUK.
Memang kita akui, setiap Wartawan dalam melaksanakan tugasnya, harus memiliki Standar Kompetensi yang memadai dan disepakati oleh masyarakat Pers serta menjadi alat ukur Profesionalitas Wartawan.
Makanya sangat diperlukan Kompetensi Wartawan sebagai kemampuan intelektual dan ini bertujuan untuk menjaga kehormatan wartawan dalam melaksanakan tugasnya, bukan untuk membatasi hak asasi warga negara menjadi wartawan.
Jadi pernyataan Komarudin, WARTAWAN harus TERDAFTAR resmi di DEWAN PERS perlu kita pertanyakan, BAB mana, PASAL berapa dan AYAT mana yang mengatakan demikian.
Pernyataan Komarudin terkait tidak terdaftar secara resmi di Dewan Pers tidak BENAR dan itu dapat diduga sebagai sumber pemicu perpecahan dan keresahan yang berkepanjangan di kalangan insan pers.
Tidak ada ketentuan yang membatasi hak seseorang untuk menjadi wartawan, kita tahu lahirnya Undang – undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers dilatarbelakangi adanya Kemerdekaan Pers sebagai salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagai mana tercantum dalam pasal 28 UUD 1945 harus di jamin.
Itulah yang mendasari lahirnya UNDANG-UNDANG TENTANG PERS,.
Di mana pada BAB I (Ketentuan Umum) Pasal 1 ayat 4;
“Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan Jurnalistik”.
Kalau kita telaah dan pahami Bab per Bab, Pasal per Pasal dan Ayat per Ayat, UU RI Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, tidak ada kita temui *Harus Terdaftar Secara Resmi di Dewan Pers.
(Demikian juga, untuk Sertifikasi Kompetensi wartawan tidak ada dinyatakan dalam UU 40, SERTIFIKASI harus dikeluarkan oleh Dewan Pers).
Sebab Wartawan dalam melaksanakan profesinya mendapat perlindungan hukum, (pasal 8).
Bahkan pada BAB V (DEWAN PERS) Pasal 15 Ayat (1) sampai (7) tidak ada dinyatakan Dewan Pers sebagai wadah untuk mewajibkan Wartawan harus Mendaftar di DP, kecuali Ayat (2) butir (g) Mendata Perusahaan Pers, bukan mendaftar Wartawan.
Bahkan pada Ayat (2) butir (f) dinyatakan Dewan Pers berfungsi untuk memfasilitasi organisasi-organisasi Pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang Pers dan meningkatkan kualitas profesi wartawan.
Tidak ada dinyatakan Dewan Pers membuat aturan sendiri, kecuali DP sebagai fasilitator atau memfasilitasi organisasi Pers dalam menyusun aturan, Dewan Pers bukan Legislator !.
Kita akui, Wartawan memang harus memiliki landasan Moral dan Etika Profesi, hal ini sebagai pegangan dan pedoman dalam melaksanakan tugasnya.
Setiap Wartawan yang melakukan pelanggaran kode Etik yang telah dinilai oleh Dewan Pers, maka untuk pemberian Sanksinya diberikan kewenangan kepada organisasi wartawan dan perusahaan pers, bukan Dewan Pers.
Dewan Pers dibentuk sebagai upaya untuk mengembangkan kemerdekaan Pers dan meningkatkan kehidupan Pers nasional, bukan MENGKEBIRI apa lagi sampai mengkotak- kotakan wartawan dengan menyarankan kepada Pemda agar mengecek legalitas Wartawan ke database resmi DEWAN PERS.
Perlu Komarudin pahami, Dewan Pers adalah lembaga independen yang dibentuk berdasarkan UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers, yang berfungsi sebagai bagian dari upaya mengembangkan kemerdekaan Pers dan meningkatkan kehidupan Pers nasional …
bukan menjadi penasehat pemerintah seperti pada era Orba dulu, melainkan untuk mengembangkan kemerdekaan Pers dan meningkatkan kehidupan Pers Nasional.
“…KEMERDEKAAN PERS ADALAH KEMERDEKAAN YANG DISERTAI KESADARAN AKAN PENTINGNYA PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM YANG DILAKSANAKAN OLEH PENGADILAN, DAN TANGGUNG JAWAB PROFESI YANG DIJABARKAN DALAM KODE ETIK JURNALISTIK SERTA SESUAI DENGAN HATI NURANI INSAN PERS” (Pasal 4 Ayat 1).*Mika.
(Zoelnasti)






