spot_img
spot_img
BerandaNASIONALMasifkan Hak Gugat Warga Negara Sebagai Kontrol Penyalahgunaan Kekuasaan Pemerintah

Masifkan Hak Gugat Warga Negara Sebagai Kontrol Penyalahgunaan Kekuasaan Pemerintah

Oleh : Mohammad Aryareksa Gumilang S.H
(Kabid. Program Hukum Poros Alternatif)

Jakarta | Mikanews : Masifkah hal gugat warga negara sebagai kontrol penyalahgunaan kekuasaan pemerintah, hal ini menurut Teori kontrak sosial J.J. Rousseau adalah tentang kesepakatan bersama untuk membentuk negara demi kebebasan dan kebaikan umum diwujudkan melalui kehendak umum rakyat yang dapat dilihat relevansinya dalam konsep negara yang bersumber dari kedaulatan rakyat.

Seperti tercermin dalam Konstitusi kita, di mana setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban demi kebaikan bersama.

Dengan termaktubnya konsep Negara Hukum di Konstitusi pula maka penyelenggaraan negara pun harus menjamin hak-hak warga Negara agar setiap warga Negara mendapat perlindungan dari penyalahgunaan kekuasaan.

Mengutip kalimat dari Lord Acton (John Emerich Edward Dalberg Acton) yang terkenal bahwa: “Power tends to corrupt, absolut power corrupts absolutly”, muncul dari penyalahgunaan kekuasaan berlebihan (abuse of power), ambisi pribadi, dan ketidak seimbangan dalam distribusi kekuasaan, yang dapat mengakibatkan ketidak adilan, pelanggaran hak asasi manusia, dan kesenjangan sosial

Menyadari potensi tersebut maka diadakanlah norma hukum untuk membatasi kekuasaan agar tidak terjadi penyalahgunaan, kesewenang-wenangan, dan pelanggaran hak asasi manusia.

Dengan begitu maka hukum ditempatkan di posisi tertinggi sehingga semua tindakan pemerintah dan warga negara harus berdasarkan hukum yang berlaku, menjamin keadilan, dan melindungi masyarakat dari pihak manapun.

HAK GUGAT WARGA NEGARA ADALAH KEBUTUHAN NEGARA HUKUM MODERN YANG DEMOKRATIS

Secara teoritis bahwa negara hukum modern yang demokratis menjamin setiap warga negaranya memiliki hak yang sama di hadapan hukum.

Rasionalisasi dari jaminan ini menurut Jean Jacques Rousseau adalah bahwa, warga Negara merupakan pihak yang tidak terpisahkan dengan Negara, karena Negara disusun berdasarkan kontrak sosial antara warga Negara yang diperintah dengan penyelenggara Negara yang memerintah.

Sebagai implikasinya rakyat berhak mengingatkan pemimpin negaranya apabila melakukan kesalahan yang mengakibatkan kerugian terhadap publik

Indonesia adalah Negara Hukum yang demokratis dan menjunjung tinggi Perlindungan HAM.

Beranjak dari pemikiran inilah lahir gugatan Citizen Lawsuit (Hak Gugat Warga Negara) yang bertujuan untuk mengakomodir perlindungan Hak Asasi Manusia.

Citizen lawsuit/actio popularis merupakan salah satu mekanisme gugatan sebagai perwujudan akses individual/orang perorangan warga Negara untuk kepentingan keseluruhan warga Negara atau kepentingan publik, di mana setiap warga Negara dapat melakukan gugatan terhadap tindakan atau bahkan pembiaran (Omisi) yang di lakukan Negara terhadap hak-hak warga Negara.

Pembangunan hukum tidak dapat dipisahkan dari perkembangan masyarakat yang di iringi pula dengan semakin berkembangnya kebutuhan hukum masyarakat.

Tidak dapat dipungkiri bahwa untuk memenuhi kebutuhan hukum masyarakat seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi, sistem hukum Indonesia yang menganut tradisi sistem civil law telah tercampur mengadopsi mekanisme hukum yang berasal dari tradisi sistem hukum common law yang dianut oleh negara-negara Anglo Saxon.

Di dunia peradilan Indonesia muncul beberapa model gugatan yang sebelumnya tidak dikenal dalam proses beracara dalam lingkungan peradilan di Indonesia yang merupakan adopsi dari sistem hukum common law.

Di antara model gugatan baru tersebut adalah Gugatan “Citizen Lawsuit” atau dalam terminologi hukum Indonesia saat ini diterjemahkan sebagai “Gugatan Warga Negara”.

Dasar hukum yang melatar belakangi Hakim menerima menerima gugatan tersebut adalah ketentuan Pasal 10 ayat (1) Undang – undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan bahwa seorang hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang ditujukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas.

Seharusnya yang menjadi pokok objek gugatan dalam gugatan ini adalah mengenai sikap tindak pemerintah (Negara) dalam menjalankan urusan pemerintahan (bestuurzorg) yang mana semestinya hal ini merupakan ranah hukum publik dengan dasar kewenangan diskresioner lembaga eksekutif karena belum diatur Undang – Undang atau tidak diamanatkan dalam Undang – Undang selama tidak melanggar Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (algemene beginselen van behoorlijk bestuur), Detournement de Pouvoir (Penyalahgunaan Wewenang), dan tidak melakukan Willekeur (sewenang-wenang).

Demikian hemat penulis sebagai Kadiv Hukum Poros Alternatif yang mempunyai tugas menumbuhkan kesadaran dan wawasan hukum.

Semoga dengan tulisan ini dapat menginpirasi perjuangan bahwa Indonesia adalah negara hukum bukan negara kekuasaan (Machstaat) sehingga Hak Gugat Warga Negara adalah kebutuhan hukum warga negara agar kontrol masyarakat terhadap penyalahgunaan kekuasaan semakin masif bukan dengan cara aksi – aksi anarkisme yang melawan hukum negara.*Mika.

(JE)

Google News

- Advertisement -spot_img
Related News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini