spot_img
spot_img
BerandaNASIONALPertamini dan Warung Kopi di Eksekusi Pakai Alat Berat.

Pertamini dan Warung Kopi di Eksekusi Pakai Alat Berat.

Padang Pariaman | Mikanews.id : Pertamini dan Warung Kopi di Eksekusi Pakai Alat Berat, peristiwa yang berlangsung pada hari Jumat, (18/07/2025) ini terjadi di Simpang Muaro, Korong Muaro, Nagari Kurai Taji, Kecamatan Nan Sabaris, Kabupaten Padang Pariaman.

Eksekusi tersebut memicu kemarahan warga.

Putusan Eksekusi yang digelar Kamis, 12 Desember 2024 lalu, di nilai di lakukan secara paksa, cacat hukum, dan menyimpang dari amar putusan pengadilan.

Bangunan milik Andika Wardana itu diratakan dengan alat berat dan dikawal lebih dari 150 aparat gabungan.

Padahal pemilik warung, Andika Wardana bukanlah pihak yang berperkara, dan bangunan yang di eksekusi tidak disebutkan dalam amar putusan.

Kuasa hukum pemilik warung, Afrizal, SH, MH, menegaskan, eksekusi tersebut melanggar ketentuan hukum yang berlaku dan prinsip keadilan.Pertamini

Dijelaskannya, Fakta hukum membuktikan, dalam amar putusan tidak disebutkan luas tanah, objek perkara bahkan bangunan yang berdiri di dalam bukanlah objek perkara, dan begitu juga pemilik warung bukan merupakan pihak yang berpekara.

” Yang disengketakan adalah tanah, tapi yang diratakan warung kopi dan kios pertamini yang bukan bagian objek perkara. Ini tindakan brutal dan menyalahi aturan, hal itu juga di jelaskan oleh ahli hukum M. Yahya Harahap dalam artikelnya; ‘syarat Agar Eksekusi Putusan dapat di jalankan kepada pihak ke-tiga yang menguasai barang terperkara” yang menyatakan :

Eksekusi pada dasarnya merujuk pada amar atau diktum putusan pengadilan, Eksekusi yang akan di jalankan pengadilan tidak boleh menyimpang dari amar putusan, asas ini merupakan patokan yang wajib di taati, agar eksekusi yang di jalankan tidak melampaui batas kewenangan, jadi tidak dibenarkan melakukan Eksekusi aset milik pihak yang kalah yang tidak disebutkan atau berada di luar amar putusan,” terang Afrizal.

Afrizal juga menyebut, eksekusi di lakukan saat proses upaya hukum masih berjalan, termasuk gugatan perlawanan pihak ke-tiga (Perkara No. 38/Pdt.Bth/2024/Pn.Pmn), serta permohonan Peninjauan Kembali (PK) dengan bukti baru.

Sebagai kuasa hukum, ia mempertanyakan keabsahan surat jual beli tahun 1926 yang dipakai penggugat.

Surat tersebut menurutnya hanyalah terjemahan tanpa bukti asli dan tanpa kejelasan siapa penerjemah serta kapan diterjemahkan, yang mana surat tersebut bertentang dengan Putusan Mahkamah agung No.2719 K/ Pdt/1983 tanggal 22 Agustus 1985, Yang menyatakan :

“surat bukti berbahasa asing, harus di terjemahkan terlebih dahulu oleh penterjemah tersumpah sebelum di jadikan bukti di pengadilan”.

Saat bangunan tersebut diratakan, Warga menyaksikan langsung ketika pemilik dan perangkat korong mempertanyakan dasar hukum eksekusi, tapi tidak ada satupun petugas PN maupun Polisi yang mampu menjawab secara terbuka.

“Kami tanya mana surat putusannya? Apa isi amar putusannya? Tidak ada yang bisa menjawab. Tapi alat berat tetap bekerja. Ini bukan eksekusi, ini penggusuran liar berseragam,” ujar salah satu warga di lokasi kejadian.

Warung yang telah berdiri lebih dari 30 tahun dan menjadi sumber nafkah keluarga tersebut dihancurkan dalam waktu singkat ditengah protes warga, namun tidak digubris.

Kekecewaan warga semakin memuncak ketika melihat kehadiran Wali Nagari Sukri dan Ketua KAN Datuak Mangkuto saat eksekusi.

Saat itu terlihat ke duanya tidak memberikan pembelaan sedikitpun terhadap korban.

Padahal sebelumnya, Wali Nagari Sukri pernah menyatakan di hadapan warga:

“Jangan beri dia kuku. Pertahankan hak kita. Bersama-sama kita lawan.”ujarnya beberapa waktu yang lalu.

Tapi kenyataannya sekarang berbeda, Wali nagari justru mendampingi orang yang bukan berkepentingan dalam perkara, ia masuk untuk menambah dan memperkeruh suasana yang tidak tertutup kemungkinan jika ia ulangi lagi warga khawatir akan terjadi hal-hal yang tidak di inginkan.

Menurut warga tindakannya tersebut jelas akan merugikan kaum sendiri.

“Pemimpin nagari bukan lagi pelindung. Dia sudah berdiri di barisan lawan. Kami sangat kecewa,” ucap seorang tokoh masyarakat.

Sejumlah warga juga menuding adanya kepentingan pribadi di balik sikap wali nagari yang tidak membela warganya.

Di sisi lain, beberapa warga menduga adanya;

Dugaan penjualan pupuk non-subsidi melalui usaha pribadi.

Dugaan permainan dalam jalur distribusi kelompok tani.

Dugaan penggunaan jabatan untuk kepentingan bisnis pribadi.

Untuk itu warga meminta kepada Bupati Padang Pariaman untuk segera menyelidiki dan menindaklanjuti laporan warga terkait hal tersebut.

Kuasa hukum dan warga juga menuntut;

1. Pengusutan pelaksanaan eksekusi yang diduga menyalahi amar putusan.

2. Pemeriksaan terhadap peran dan netralitas Pengadilan Negeri dan Kepolisian.

3. Evaluasi terhadap kinerja Wali Nagari dan Ketua KAN.

4. Perlindungan hukum bagi masyarakat kecil yang menjadi korban.

Bahkan saat ini, Afrizal juga telah melaporkan peristiwa tersebut ke Polda Sumbar, dengan tuduhan:

Perusakan tanpa hak (Pasal 406 KUHP),

Pelanggaran masuk pekarangan tanpa izin (Pasal 167 KUHP),

Pemalsuan surat dan penggunaan keterangan palsu (Pasal 263 dan 242 KUHP),

Pencurian data pribadi terkait data objek gugatan yang bukan merupakan isi dari surat jual beli 1926.

Hari itu, bukan hanya sebuah warung yang ambruk.

Tapi juga runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum dan pemimpin nagari.

Dalam adat Minangkabau, wali nagari dan KAN adalah tameng anak kemenakan.

Namun di Muaro, justru mereka yang membuka jalan bagi kehancuran kaum sendiri.

“Kami tahu hukum. Tapi kami tidak punya kuasa. Saat negara dan pemimpin adat, berpihak pada pemodal, rakyat kecil hanya bisa meratapi keadilan yang kian menjauh,” ucap Afrizal mengakhiri.*Mika

(Tim;eja)

Google News

- Advertisement -spot_img
Related News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini